Meet Me After Office

n🍊
7 min readDec 19, 2023

--

Ting!

Bukan perkara mudah untuk turun dari lantai 20 disaat semua orang berlomba-lomba siapa yang sampai ke lantai G terlebih dahulu. Rata-rata orang bahkan bisa menghabiskan waktu lima hingga sepuluh menit hanya untuk menunggu giliran masuk ke dalam bilik kecil yang akan mengantar mereka tanpa rasa lelah.

“Tumben banget tengo?”

Belum juga menjawab, Tara masih memainkan handphonenya itu. Entah apa yang membuat jemari pria itu sangat lihai dalam menuliskan sesuatu.

“Eh, Mbak Sasa. Iyanih, mau makan takut keburu tempatnya penuh” jawab Tara.

“Jalan duluan? Danila masih meeting tuh. Tungguin sih Tar cewenya. Masa sendiri-sendiri” goda Sasa yang merupakan rekan kerja Danila.

Tara yang tidak terlalu biasa berinteraksi — berbincang dengan cukup panjang dengan orang lain seperti ini merasa sedikit canggung, “Hehe, iya Mba. Aku mau ambil sesuatu dulu”

“Wah? Apa tuh, Tar? Ada konser Kpop terbaru lagi emang yang mau Danila datengin? So Sweet juga ya kamu, pantes Danila suka”

Mba Sasa ini asik dan seru, tapi bukan sebagai lawan bicara yang Tara harapkan.

Hal yang Tara berikan kepada Danila juga bukan hanya sekedar tiket konser yang biasa perempuan itu datangi atau bukan pula barang-barang unik yang biasa Danila pakai. Lebih dari itu, karena menurutnya ini penting untuk dirinya, dan juga Danila, wanitanya.

Tara masih mengingat dengan jelas bagaimana awal mula ia memutuskan untuk menjalani hubungan yang serius dengan Danila — lebih tepatnya, saat Tara melawan rasa denial yang begitu besar dalam dirinya untuk menerima Danila.

Definisi “padahal mukanya kaya orang bener” yang jadi celetukan orang-orang di medsos sekarang itu sebenarnya bagi Tara sangat menggambarkan Danila. Bagaimana bisa jika seorang Katara Mahesa yang memiliki kepribadian layaknya lemari es mencintai seorang Danila Aletta yang sangat berbanding terbalik dengan dirinya.

Kalau saja waktu itu Danila tidak melakukan perjalanan dinas selama dua minggu, mungkin Tara masih bersama rasa denialnya saat ini. Nyatanya, tidak melihat Danila dengan segala serba-serbi kehidupannya selama itu, Tara menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang dengan dirinya.

“Aku liat kamu kaya orang linglung loh Tar, udah hampir seminggu ini. Kenapa? Karna gak ada Danilla? Kejar lah, orangnya juga cuma dinas luar kota kok, bukan resign.”

Sebuah kalimat dari rekan kerjanya, Cintya yang membuat Tara benar-benar menyadari perasaannya.

Hubungan keduanya saat ini tepat berjalan selama satu tahun dengan status saling berkomitmen dan saling menyayangi satu sama lain. Simplenya, statusnya seperti orang pacaran, tapi bukan pacaran.

Dilihat secara mata telanjang, Tara bukanlah seorang yang meromantisasi hal apapun yang berkaitan dengan Danila. Tetapi, Tara akan secara sukerela menceritakan betapa bangganya ia memiliki seseorang seperti Danila kepada orang-orang terdekatnya.

“Kak Tara, kalo udah sampe kabarin yaaa aku masih revisi huhu”

Tara tersenyum tulus membaca isi chatnya, Danila selalu terlihat lucu walaupun hanya sebatas beberapa karakter kata di layar handphonenya.

“Iyaaa Dan, gapapa. Kamu selesaiin dulu aja, kalo udah otw kabarin aku terus share track trip kamu ke aku”

Jika kalian membayangkan mereka bertemu di sebuah tempat romantis atau candle light dinner, kalian salah. Tara akan memilih tempat yang biasa saja untuk pertemuan kali ini. Danila akan cepat curiga bahkan kegeeran kalau tempat mereka bertemu bukanlah tempat yang biasa dikunjungi. Tidak semudah itu untuk memberi kejutan pada Danila.

Banyak hal yang ingin Tara bicarakan kepada Danila malam ini, terutama mengenai kelanjutan hubungan dan masa depan mereka. Saat ini Tara berusia 27 tahun, dan Danila pun bulan ini berulang tahun ke-26. Sama-sama tidak terburu-buru, tapi memikirkan masa depan adalah suatu keharusan.

“Kak, aku mau otw”

“Eh btw kak, kamu mau ngapain ya? Aku tiba-tiba deg-degan”

Begitulah Danila, walaupun tingkahnya yang kadang ajaib, tapi ia masih sama seperti perempuan pada umumnya yang terkadang bisa menjadi cenayang dengan kekuatan rasa yang besar.

“Aku mau kasih tau sesuatu”

“Apa?”

“Aku beli rumah”

Lebih baik Tara memberi tahu satu dari berbagai point yang ia ingin katakan. Jaga-jaga agar Danila tidak terlalu rewel.

“Ohh wkwk pantesan tadi Mba Cintya nanya aku, kamu jadi beli rumah apa engga? Aku bilang jadi sih tapi kayanya rumah barbie soalnya aku kaya barbie. Nanti aja deh bahasnya, batre aku udah mau habis😭😭”

Hal yang Tara suka dari Danilla, ia bukanlah orang yang tiba-tiba marah saat mengetahui sesuatu bukan dari dirinya langsung.

“Kamu kan juga punya kehidupan sosial lain, gak yang setiap hari sama aku gituloh.. Pasti obrolan yang kamu omongin sama temen-temen kamu juga beda dan mungkin aku gak ngerti? Jadi gak semua omongan kamu sama temen-temen kamu harus aku tau, Kak.”

Tara rasanya betul-betul ingin berterima kasih kepada Cintya dan juga Jodi yang menyadarkannya akan kejadian tahun lalu.

Danila sampai tidak lama kemudian dengan wajah yang sudah sedikit kusut dan rambut yang cukup lepek.

“Kak hehe. Maaf ya lama banyak banget ternyata kerjaan aku. Kok kamu tumben sih selesai duluan?” tanya Danila sambil membuka jaketnya.

“Gak banyak banget kerjaan sih, tadi kan aku juga berangkat lebih pagi.”

Tara memilih untuk memulai pekerjaannya jauh lebih pagi, karena ia sudah mempersiapkan segalanya untuk hari ini. Walaupun Danila sedikit telat, itu bukan suatu masalah karena diantara keduanya Tara lah yang memiliki waktu cukup padat.

“Ehiyaaa, tadi kata Mba Cintya gimana kakkk. Kalian emang lagi ada project itu?”

“Engga, tapi bener kata Mba Cintya, aku mau beli rumah. Rumah buat kita.”

Danila cukup terkejut mendengar kata terakhir dari Tara. Seketika ia membeku, dalam benaknya terpikir apa benar jika ia sudah berada di fase ini?

“Dan, aku serius. Kamu paham kan maksud aku? Aku mau kasih kamu kehidupan yang layak dan aman”

Benak Danila terpikir, apakah lelaki didepannya ini sedang melamarnya? Ah, tapi terlalu cepat jika menyimpulkan demikian. Danila tidak mau terlalu gegabah seperti saat pertama kali ia menyukai Tara terlebih dahulu.

Funfact: Tara pernah secara tidak langsung menolak Danila karena saat itu Tara berpikir tidak ada gunanya menjalin hubungan dengan lawan jenis.

“Kan aku punya rumah, Kak. Sering sendiri pula kan kamu tau hahaha”

Tara merasa memang sepertinya ada yang salah dengan pikiran Danila saat ini atau memang ia yang terlalu terburu-buru? Memang pembicaraan ini mengalir sebagaimana mestinya akibat topik tentang rumah yang mereka singgung.

“Danila Aletta aku mau ngomong serius, bulan ini mungkin kita udah tepat setahun deket. Aku ngerasa nyaman sama kamu, aku sayang sama kamu, dan aku mau kalo kita sama-sama terus. Izinin aku melangkah lebih jauh buat serius sama kamu. Perihal rumah yang dibilang Mba Cintya itu bener, dan itu buat rumah kita nantinya.”

Mereka berdua sama-sama terdiam sejenak namun, Tara sudah jauh lebih lega karena sudah membicarakan niat baiknya kepada Danila. Meski saat ini, Tara seperti berada di ambang kepastian karena Danila belum mengucapkan sepatah katapun.

Sempat hampir terlupa, Tara mengeluarkan sebuah kotak beludru merah dari sakunya dan membuka kota tersebut di hadapan Danila.

“Terima ya? Biar setiap hari aku bisa ngeliat kamu.”

“Ya engga juga lah, kalo kita masing-masing ada kerjaan keluar kota mana bisa ngeliat setiap hari?”

“Dan, please? Aku lagi ngelamar kamu,” Ujar Tara.

Danila justru tertawa kecil, ia memikirkan kenapa laki-laki di depannya ini berubah terlalu cepat. Bukan karena Danila tidak yakin akan hal itu, namun ia justru ingin sekali mentertawakan Tara.

She fell first and he fell harder.

Perempuan berambut panjang itupun menyadari lambat laun rasa yang dimiliki Tara itu lebih besar dibanding dirinya meskipun Tara tidak pernah menunjukkannya secara terang-terangan.

“Kenapa, Dan?” Tara justru bertanya dengan ekspresi gelisahnya. Saat inilah mental Tara seperti benar-benar diuji.

“Engga haha, lucu aja kamu kan kemarin-kemarin si paling denial. Kalo aku gak pergi dua minggu juga kayanya.. kita gak akan begini, kak.”

Bagaikan tersambar petir di siang bolong, Tara merasa semakin gelisah. Ia mulai berasumsi bagaimana jika Danila yang kali ini menolaknya? Mungkin ini menjadi salah satu malam yang sangat memalukan sepanjang hidupnya.

“Kayanya iya, kalo kamu gak pergi dua minggu aku akan tetep denial sama perasaan aku. Mba Cintya mungkin jadi orang yang paling nyadar gimana perubahan aku di dua minggu itu. Aku merasa sebagian diri aku ada yang hilang. Udah gitu, Jodi juga bilang daripada nyari-nyari lagi mending yang pasti dan dipikir-pikir aku juga udah suka sama kamu waktu itu”

“Aku juga tarik omongan aku yang bilang gak mau nikah dulu. Takutnya makin menunda makin dijauhin alias kamu malah diambil orang lain. Tapi kamu boleh jawab kapan aja, Dan. Kalopun kamu belum siap sekarang, aku gak masalah.”

“Danila tuh gold. Emang sih dari luar kadang biasa aja dan cenderung kaya anak kecil. Wah, tapi menurut gue dia juga 4B. Brain, Beauty, Behavior, dan gak lupa Berantem” — Bian, salah satu teman Danila.

“Kak,”

“Aku tau kamu masih punya banyak mimpi. Bahkan mimpi yang kamu punya juga jauh lebih besar dan banyak daripada mimpi aku. Untuk ke tahap sekarang pun menurut aku banyak hal yang kita korbanin. Aku mau bantu kamu, aku mau disamping kamu ngejar apa yang kamu mau, apa yang Kak Tara mau capai”

“Jujur Dan, aku udah pertimbangin ini. Menurutku gak ada salahnya kita masih bisa kejar impian masing-masing pas udah menikah nanti asal kita bisa saling support”

“Yaudah, intinya kamu mau gak?”

Danila justru melirik Tara sambil tertawa kecil, “Kak hahaha, kalo kamu tanya gitu ya aku mau lah.”

“Yaudah pakein aja kak cincinnya. Biar orang-orang tau kalo aku udah ada yang punya” Danila menyodorkan jarinya dihadapan Tara. Lucunya, Tara yang seperti kulkas itu refleks mengikuti alur Danila yang memang tidak bisa ditebak itu.

“Tapi kalo besok heboh, kamu jangan bete ya”

Tara menyatukan kedua alisnya, “Heboh kenapa?”

“Ya pasti orang-orang pada nyadar kalo aku pake cincin” Jawab Danila sambil memainkan cincin yang baru saja masuk ke dalam jemarinya.

“Gapapa, itu tujuan aku biar gak ada yang deketin kamu lah”

“Siapa juga yang mau deketin…”

“Udah ah, makan dulu”

“Anyway, Happy turning 26th My Danila Sweet as Vanila.”

Malam ulang tahun Danila yang ke-26 menjadi malam yang tak terlupakan bagi keduanya. Tumpukan tekanan dari keduanya hilang begitu saja saat malam itu.

Danila, yang paling manis sama seperti vanila.

--

--