Arrival

n🍊
2 min readAug 2, 2022

--

A letter from London sequel

Heathrow Airport, London. 5°C.

Perjalanan udara yang menempuh lebih dari 15 jam membuatku harus sedikit melakukan peregangan, terutama dibagian kepala yang rasanya benar-benar seperti berputar.

Aku sedikit menyeruput vanilla latte yang aku beli di starbucks pintu kedatangan. Rasanya sama seperti yang sering aku pesan di Jakarta.

Jay melambaikan tangannya sambil berjalan kearahku dengan menggunakan mantel coklat kesayangannya.

“Udah lama?” tanyanya begitu sampai didepanku

Aku hanya melirik kearahnya seakan bosan, karena aku juga disini menunggu cukup lama.

“Maaf la-” Aku memotongnya dan langsung merentangkan tangan memeluknya.

“Latte kamu nanti tumpah” Katanya yang tidak aku pedulikan

“Beneran udah lama?”

“Engga. paling 20 menitan?” Kataku

“Kamu tuh nekat ya sendiri kesini”

“Ya nekat lah, orang kamu juga sering gak ada kabar.”

“Kamu juga” Kata Jay sambil mengambil beberapa barang bawaanku

“Namanya juga akhir tahun Jay. Lagi hectic banget”

“Did you know? your mom always calls me everyday” Aku dan dia sedikit saling tatap meksipun dalam langkah kecil

“Ohya? Mama ngomong apa?”

“Engga ngomong apa-apa. Cuma nanyain aku sama daily report soal kamu yang kadang pulangnya hampir bareng orang jualan ke pasar”

“Hehe Maaf.”

Jay merentangkan tangan kirinya, merengkuh ku lembut.

“Don’t apologize to me, apologize to yourself”

“Kenapa gitu?” Kataku yang melihat keatas menatapnya. Jay lebih tinggi kurang lebih 15 cm dariku.

“Karna gabisa jaga badan kamu. kalo kamu sakit, its cause you work too hard kan?”

Aku tak bisa menjawab apapun selain memohon secara tersirat pada Jay untuk tidak membahasnya lagi.

“Aku kira kamu kesini ngajak Anya” Anya itu adikku, Jay sangat tau, aku cukup dekat sama Anya

“Engga, dia lagi uas. Lagian kan juga kamu tiba-tiba gitu ngirim suratnya” Sekarang kami sudah berada di dalam mobil. Katanya ini mobil salah satu temannya Jay. Selama beberapa hari kedepan, aku akan singgah di flat tempat Jay dan teman-temannya tinggal selama menempuh pendidikan disini.

Jay tiba-tiba tertawa kencang “Kamu gamikir kalo aku tiba-tiba mutusin kamu kaya difilm-film kan?”

Ah sial, Jay bisa menebak isi pikiranku. Aku tahu aku kalah, makanya aku lebih memilih untuk menoleh ke jendela sebelah kananku.

“Engga lah, aku gak sampe kaya gitu. Kan kamu tau aku lagi thesis. Kalo emang aku kirim undangan, ya pasti undangan wisuda dong”

“Gamungkin juga tiba-tiba aku nikah sama orang asing disini? sedangkan Mama kamu tiap hari aja nelfon aku”

“Oh jadi takutnya sama Mama?”

“Eh — gak gitu!”

Aku melanjutkan perjalanan kami bersama. Bukan hanya sampai disini, tapi sampai kami tahu bahwa kami tidak bisa lagi bersama. Aku senang bisa kembali menemui Jay setidaknya untuk beberapa hari kedepan.

Aku merindukan Jay, dan segala dunianya.

--

--