A Letter from London

n🍊
2 min readAug 2, 2022

--

Aku dan Jay,

Terpaut jarak 11.711 km membentang kedua benua di dunia, Eropa dan Asia.

Jay terpaksa harus melanjutkan sekolah magisternya di negara tempat kerajaan Britania Raya berada.

Membuat adanya jarak waktu ditempatku jauh lebih cepat tujuh jam daripada ditempatnya.

Sudah hampir satu bulan, aku tidak berkomunikasi dengan Jay. Entah apa yang membuatnya seperti itu. Aku masih berfikir positif, tidak ada kejadian yang tidak diinginkan.

Benar-benar hampa.

Awalnya ku pikir, berhubungan jarak jauh tidak semeresahkan ini. Nyatanya aku harus terus berprasangka baik terhadap diriku sendiri yang sebenarnya semenyakitkan itu. Ah, terlambat untuk aku menyesalinya saat kita sudah terlampau jauh.

Bukannya aku tidak mau menghubunginya terlebih dahulu, tapi aku terlalu malu dan terlalu banyak berpikir kalau itu akan mengganggunya.

Abaikan sikap kekanak-kanakan ku ini.

Jay tidak biasanya seperti ini. Meskipun aku tahu, Jay sedang bergulat dengan thesisnya dua bulan terakhir ini.

Ia akan selalu menyempatkan untuk menghubungiku, walaupun hanya tiga sampai empat email dalam waktu satu minggu.

Ditengah jam sibuknya Jay juga bahkan bisa sesekali menelponku dan menyanyikan lagu-lagu yang sering kita putar sampai aku tertidur pulas.

Benar, aku merindukan suaranya.

Sepertinya memang saatnya aku harus jujur bahwa aku mengkhawatirkan Jay.

Lebih jelasnya lagi, aku takut ia bermain dibelakangku.

Atau ia bosan dengan hubungan ini?

Bukankah feeling seorang perempuan itu kuat?

Tapi aku juga tidak bisa membenarkan hal-hal yang belum ada buktinya dan hanya sebatas kemungkinan.

Aku terlalu banyak membaca karangan fiksi bahwa hubungan jarak jauh selalu berakhir buruk.

Disatu sisi, kepercayaan ku cukup kuat bahwa tidak ada yang aneh-aneh selama kita menjaga komunikasi dan memahami satu sama lain.

Apa? menjaga komunikasi? Ck, bahkan kami tidak tahu kabar masing-masing satu bulan terakhir ini.

Jadi bagaimana?

Hari ini juga, aku mendapat surat dari Jay.

Manusia jenis apa yang masih mengirim surat jauh-jauh disaat teknologi sudah canggih?

Jay harusnya bisa mengirim email, yang dalam waktu beberapa detikpun bisa langsung kuterima.

Aku membuka surat itu dengan sangat hati-hati, jantungku rasanya seperti ingin keluar dari tempatnya.

Aku takut apa yang kupikirkan menjadi nyata.

Hingga akhirnya, aku hanya tersenyum miring membaca surat tersebut.

Aku harus ke London, untuk menemui Jay.

--

--